SKOR HASIL
BELAJAR KERAJINAN TANGAN DITINJAU DARI METODE PENILAIAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN
GURU
http://pk.ut.ac.id/jp/61maret05/mariah.htm,
Sabtu, 18 Maret 2006.
Yayah
Siti Mariah
The objective of this study was to find out the effect
of evaluation methods and teacher’s leadership toward the learning achievement
of craft and arts. The research found that the interaction between the
evaluation method and teacher’s leadership to wards the learning achievement of
craft and arts. The research was conducted at junior high schools in West
Jakarta with 36 students randomly selected and the hypotheses were tested by
two way ANAVA with the level of significance a = 0.01. The research shows that (1) teachers with
democratic leadership have higher analytic evaluation than holistic evaluation
(2) teacher with authoritative leadership have higher holistik evaluation than
analystic evaluation. It can be concluded that the analystic evaluation method
is higher than holistic evaluation method especially for teachers with
democratic leadership.
Key words: analytic method, ANAVA, arts, authoritative
leadership, craft, democratic leadership, evaluation method, holistic method,
learning achievement
Tujuan umum dari matapelajaran
kerajinan tangan dan kesenian di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
(SLTPN) adalah untuk mengembangkan sikap dan kemampuan siswa agar berkreasi dan
menghargai kerajinan tangan dan kesenian. (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994).
Kegiatan di dalam
belajar-mengajar untuk matapelajaran kerajinan tangan dan kesenian memiliki
alokasi waktu tersendiri. Teknik penilaian yang digunakan oleh guru adalah
penilaian secara holistik. Nilai yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar
kerajinan tangan dan kesenian ini kemudian tergabung dalam matapelajaran
kerajinan tangan dan kesenian. Dalam
pelaksanaannya, pelajaran kerajinan tangan dan kesenian tersebut umumnya
mengikuti pola dan metode belajar mengajar serta teknik evaluasi sebagaimana
pelajaran lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik seni kerajinan itu
sendiri yang memang berbeda dengan matapelajaran lain.
Tujuan utama pemberian
skor dalam pembelajaran kerajinan tangan adalah untuk mengetahui sejauh mana
kualitas hasil karya kerajinan tangan kawasan produksi dapat mencerminkan
kreativitas siswa.
Pada dasarnya evaluasi
yang digunakan dalam pelajaran kerajinan tangan dan kesenian meliputi kawasan
produksi dan kreativitas. Penilaian terhadap hasil karya kerajinan tangan, agar
siswa dapat menyesuaikan gagasan dengan kriteria yang dikehendaki (Wilson,
1995). Pemberian skor yang digunakan dalam pengukuran hasil belajar sangat
tergantung pada sistem evaluasi yang dilaksanakan di lembaga pendidikan. Ada
dua sistem evaluasi dalam kaitannya dengan penilaian, yaitu secara tradisionil
dan cara yang lebih modern.
Pada umumnya nilai karya
kerajinan tangan hasil pekerjaan siswa dalam pembelajaran kerajinan tangan di
SLTP Negeri dinyatakan dengan angka. Angka diperoleh dari penilaian yang
dicapai oleh siswa yang bersangkutan di dalam mengerjakan kerajinan tangan.
Skor diberikan pada hasil
ujian dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang dimensi yang diukur
dalam ujian.
Penilaian pendidikan di
SLTP adalah untuk memberikan skor akhir dan mengelompokkan siswa ke dalam
kelompok tertentu.
Kelompok tersebut terbagi
menjadi kelompok siswa yang gagal, siswa yang kurang, siswa yang hanya cukup
berhasil, dan siswa yang telah berhasil dengan baik. Angka hasil pemberian skor
diubah menjadi nilai melalui suatu proses pengolahan dengan aturan yang diberi
bobot angka.
Dengan cara penilaian secara
analitik ini akan dapat dibedakan individu yang satu dengan individu yang lain
dan menempatkan individu dalam tingkatan tertentu. Sedangkan dalam penilaian
secara holistik, guru hanya menilai secara keseluruhan, sehingga tidak dapat
membedakan secara jelas setiap kemampuan yang akan diukur. Setiap penilaian
dimanapun perlu dilaksanakan dengan baik agar dapat memberi informasi yang
sesuai karena hasil pemberian skor akan dipakai sebagai dasar pertimbangan
dalam evaluasi pengajaran pada tingkat SLTP negeri. Dalam pemberian skor yang
terpenting adalah mengubah atribut atau ciri obyek yang diukur dalam
angka-angka (assigning of numbers),
dengan demikian penilaian tersebut dapat memberikan bobot atau peringkat pada
obyek yang akan diukur.
Hal ini menunjukkan bahwa
prosedur evaluasi tidak mengarah pada upaya mengembangkan segi potensi siswa.
Dengan keadaan tersebut, tidak mengherankan apabila pelajaran kerajinan tangan
dan kesenian belum dapat menunjukkan peranan secara menonjol jika dibandingkan
pelajaran-pelajaran lainnya. Artinya bahwa pelajaran kerajinan tangan dan
kesenian mampu memenuhi harapan siswa dan kurang dapat mengungkap serta
mengembangkan potensi kreativitas yang dimiliki siswa.
Berbagai upaya dapat dilakukan
untuk mengetahui potensi kreativitas siswa agar kelak proses pendidikan dapat
dikembangkan secara optimal. Namun nampaknya selama ini belum terdapat suatu
alat ukur yang memiliki cirri-ciri baku untuk keperluan tersebut. Para guru
umumnya mengetahui keadaan potensi kreativitas siswa hanya secara umum sehingga
kecermatan dan keakuratan hasilnya masih dipertanyakan.
Salah satu usaha dalam penilaian
ini, sesuai pengelompokkan dalam penilaian ada dua metode panilaian, yaitu
metode penilaian secara analitik dan metode penilaian secara holistik.
Penggunaan kedua metode ini juga ditentukan oleh tujuan dan jenis kemampuan
yang hendak diberi skor. Upaya untuk menghindari factor subyektivitas
semaksimal mungkin, maka diupayakan melakukan penilaian secara analitik.
Penilaian secara analitik untuk menilai hasil kerajinan tangan dilakukan dengan
memberikan skor pada hasil pekerjaan siswa dalam pembelajaran kerajinan tangan
dengan cara membagi menjadi beberapa bagian utama (indicator) yang diberi skor kemudian skor tiap bagian utama
tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh skor total untuk hasil pekerjaan
kerajinan tangan siswa. Dengan demikian, metode penilaian secara analitik dapat
memberikan informasi lebih rinci tentang kemampuan dan kelemahan siswa dalam
pembelajaran kerajinan tangan. Metode penilaian ini diharapkan dapat menilai
kerajinan tangan siswa secara lebih obyektif dan pemberian skor dapat yang
lebih konsisten.
Di sisi lain, guru sebagai
individu memiliki sifat-sifat kepribadian yang berbeda. Sifat tersebut antara
lain adalah mengenai kepemimpinan yang melandasi pandangan maupun tindakan,
baik dalam kegiatan sehari-hari, terutama dalam hubungan-nya dengan kegiatan
belajar mengajar maupun dalam sistem penilaian untuk matapelajaran kerajinan
tangan. Khusus dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru dikenal sebagai
pemimpin kelompok siswa yang dipercaya.
Guru dalam kedudukannya sebagai
pemimpin formal, yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi yang benar
dan sungguh-sungguh kepada siswa, memprakarsai dan mengelola kegiatan, serta
menerapkan disiplin dan sangsi terhadap perilaku siswa. Masing-masing guru
mempunyai gaya kepemimpinan yang digunakan menurut kewenangan dan metode sesuai
peran guru kelas dalam pendekatan terhadap pelaksanaan tugas dan pengendalian
perilaku siswa.
Kepemimpinan guru di dalam kelas
yang ditampilkan akan mencerminkan kepribadian di dalam kegiatannya, baik
pengambilan keputusan, pengelolaan maupun dalam hal penilaian. Guru yang mempunyai
kepemimpinan demokratis cenderung untuk mempertimbangkan alternatif kemungkinn
pemecahan suatu masalah, mem-perhatikan keinginan anggota, serta ikut
terlibatnya dalam pengambilan keputusan. Guru yang mempunyai sifat demokratis
lebih memperhatikan pekerjaan kerajinan itu dengan cermat, dan hati-hati
berdasarkan pertimbangan kriteria penilaian sebelum memilih salah satu yang
dianggap identik dengan contoh.
Evaluasi yang melibatkan
penilaian secara analitik dan penilaian secara holistik bagi guru yang memiliki
gaya kepemimpinan otoriter dan guru yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis
terhadap seni kerajinan, khususnya dalam pelajaran kerajinan tangan dan
kesenian, berdasarkan pengamatan belum pernah dilaksanakan.
Hal penting yang berkaitan dengan
penilaian siswa adalah metode penilaian yang digunakan guru. Sedang unsur
penting dalam metode penilaiannya yaitu mengenai instrumen ukur dan teknik
pemberian skor. Sesuai dengan pengelompokkan dalam penilaian, ada dua metode
penilaian, yaitu metode penilaian secara analitik dan metode penilaian secara
holistik. Penggunaan kedua metode ini ditentukan oleh tujuan dan jenis
kemampuan yang hendak diberi skor. Penelitian ini akan mencari pengaruh metode
penilaian dengan gaya kepemimpinan guru terhadap hasil belajar kerajinan
tangan.
Secara
spesifik, masalah yang dibahas dalam artikel ini berkaitan dengan empat hal
berikut ini.
1)
Secara keseluruhan apakah terdapat perbedaan hasil belajar kerajinan tangan
antara yang menggunakan metode penilaian holistik dan yang menggunakan metode
penilaian analitik. 2) Bagi guru yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis,
apakah terdapat perbedaan hasil belajar kerajinan tangan antara yang
menggunakan metode penilaian analitik dan yang menggunakan metode penilaian holistik? 3) Bagi guru yang memiliki gaya
kepemimpinan otoriter, apakah terdapat perbedaan hasil belajar kerajinan tangan
antara yang menggunakan metode penilaian analitik dan metode penilaian
holistik? 4) Apakah terdapat interaksi antara metode penilaian dan gaya kepemimpinan
guru dalam mempengaruhi hasil belajar kerajinan tangan siswa.
Kajian
Teori
Hasil belajar kerajinan tangan
hasil belajar dapat didefinisikan sebagia seluruh kemampuan yang diperoleh
seseorang setelah melakukan kegiatan. Dalam hal ini, Sudjana (1988) mengatakan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Wilson (dalam Bloom & Wilson,
1975) menyatakan aspek yang diukur pada
hasil belajar kerajinan tangan adakah dimensi produksi yang merujuk pada
penataan aspek artistik untuk membentuk karya seni tingkat tertinggi. Pada
tingkat yang lebih rendah mencakup manipulasi elemen yang sama ke dalam bentuk
yang kurang terpadu dan terintegrasi. Wilson lebih lanjut mengatakan bagi
beberapa pendidik kualitas akhir produk merupakan masalah kedua (sekunder), di
latar belakangi oleh adanya kreatifitas, sensitivitas, dan perkembangan
kepribadian yang tumbuh dalam diri siswa seiring proses produk karya seni.
Beberapa pendidik lainnya setuju bahwa produk akhir merupakan hal yang paling
penting dan tugas guru kesenian adalah membimbing produksi siswa dengan baik
untuk memastikan kualitas estetis karya seni yang dihasilkan.
Mengenai keterampilan dalam
produksi karya seni yang digunakan dengan prosedur pengetesan, seorang guru
akan mampu mengetahui sumber permasalahan siswa secara individu dan mengadakan
tindakan seni. Wilson mengatakan lebih lanjut bahwa ada tiga label analisis
dalam karya seni ialah merujuk pada pembagian karya seni ke dalam bagian-bagian
yang saling mengait, pencarian hubungan di antara bagian-bagian serta penentuan
hubungan bagian-bagian secara keseluruhan. Level analisis pertama yaitu pada
perhitungan elemen yang merujuk pada bagian-bagian yang paling mengait
item-peritem setiap aspek karya seni. Kedua yaitu analisis hubungan
bagian-bagian mencakup penentuan beberapa keterkaitan utama diantara
aspek-aspek karya seni seperti mencakup pengukuran bagaimana suatu warna
mempengaruhi warna lain. Ketiga yaitu analisis hubungan bagian-bagian secara
keseluruhan, merujuk pada pengambilan kesimpulan mengenai isi karya seni yang
ekspresif dan bagamana aspek-aspek yang bervariasi serta hubungannya memadu
membentuk isi yang ekspresif.
Untuk melihat prestasi hasil
belajar siswa memerlukan penilaian guru. Oleh sebab itu kriteria yang ingin
dicapai melalui tes harus dinyatakan secara jelas. Hal ini bukan saja untuk
kepentingan memudahkan guru dalam mengkualifikasikan kualitas karya kerajinan
yang dihasilkan siswa, tapi terlebih agar siswa dapat menyesuaikan gagasannya
dengan kriteria yang dikehendaki. Dengan sendirinya hal ini nantinya dapat
mendukung objektifitas penilaian.
Dan ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam penilaian. Pertama adalah peninjauan evaluatif yang
memusatkan perhatikan pada produk yang dihasilkan siswa yang sesuai dengan
tujuan-tujuan intruksional yang seharusnya dicapai. Peninjauan yang kedua
memusatkan pada komponen-komponen dari pendidikan belajar mengajar yaitu
prosedur didaktik, media pengajar, pengelompokkan siswa, materi pelajaran dan
pengaturan proses belajar.
Metode
Penilaian
Pemberian nilai dalam
pembelajaran seni rupa (termasuk kerajinan tangan) merupakan langkah pertama
dalam proses pengolahan hasil pekerjaan kerajinan tangan siswa. Proses ini
hanya mengubah kerajinan tangan siswa menjadi angka-angka. Skor yang pada
hakikatnya adalah harga kuantitatif suatu karya. Cangelosi (1996) mengatakan
bahwa pemberian skor adalah proses ketika seseorang memakai kunci skor untuk:
a. menentukan skor dari hasil setiap pekerjaan siswa, b. menentukan skor tes
siswa sebagai jumlah skor dari semua soal.
Metode penilaian dibedakan atas
dua kategori yaitu metode penilaian kerajinan tangan secara holistik dan metode
penilaian kerajinan tangan secara analitik.
Metode
Penilaian Secara Holistik
Guru hanya melihat pekerjaan
siswa secara keseluruhan. Hal ini akan memungkinkan penilaian yang tidak
obyektif dan tidak tetap akan tergantung kepada kondisi guru, sehingga
memungkinkan terjadi penilaian yang kurang konsisten.
Kelemahan metode penilaian secara
holistik adalah karena guru tidak menganalisa secara tertentu bagian-bagian
dari pekerjaan siswa.
Untuk menilai seni rupa
(kerajinan tangan) di SLTP, guru perlu dibekali dengan kemampuan yang memadai,
seperti kemampuan menentukan strategi yang sesuai, kemampuan menyiapkan kondisi
yang menyenangkan bagi siswa dalam menentukan penilaian karya siswa.
Metode
Penilaian Secara Analitik
Metode penilaian secara analitik
adalah penilaian yang memerlukan suatu daftar bagian utama sehingga ada jawaban
yang ideal dan nilai tinggi (Nitko, 1983). Penilaian secara analitik adalah
memberikan nilai yang menghubungkan satu angka dengan satu ciri khusus dari
pekerjaan siswa (Cangelosi, 1996).
Berdasarkan
teori tersebut maka metode penilaian secara analitik adalah suatu cara memberi
skor yang dilakukan dengan menyiapkan terlebih dahulu sebuah indikator dan
deskriptor, yang mempunyai skor dari besar skor yang telah ditetapkan.
Kelemahan metode penilaian secara analitik ini tidak dapat menilai siswa dalam
jumlah banyak, dan mempergunakan waktu yang lama.
Gaya
Kepemimpinan Guru
Gaya kepemimpinan guru kelas
adalah sikap dan perilaku guru dalam hubungan dengan siswa dimana guru
berfungsi sebagai pemimpin di kelas. Memimpin adalah pekerjaan yang dilakukan
guru untuk memberikan motivasi, mendorong dan membimbing, siswa sehingga mereka
akan siap untuk mencapai tujuan belajar yang telah disepakati. Guru akan
berusaha untuk memperkokoh motivasi siswa dan memilih strategi mengajar yang
tepat untuk semua umur dalam mencapai tujuan-tujuan kognitif, afektif, dan
psikomotor (Davis, 1991).
Gaya kepemimpinan guru yang
dimaksud disini adalah cara atau kebiasaan memimpin yang dimiliki oleh guru.
Gaya kepemimpinan guru ini dibedakan menjadi gaya kepemimpinan guru otoriter
dan gaya kepemimpinan guru demokratis.
a. Gaya kepemimpinan guru demokratis
Pemimpin demokratik berusaha
mengumpulkan pendapat dan mencapai kesepakatan tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya dan memperbolehkan pemilihan teman bekerja. Ciri
kepemimpinan demokratik tampak dalam pola kolaborasi yang berciri pendelegasian
wewenang dan konsultasi manajemen secara alami. Komunikasi berjalan bebas dan
alami, partisipasi dalam pembuatan keputusan berjalan normal, penerimaan
kelompok, pembangunan kelompok, keputusan berdasarkan kesepakatan, pengawasan
bersifat umum, komunikasi bebas dan relevan, dan perilaku konsultatif (Cribbin,
1981).
Sifat integratif atau demokratik
dalam komunikasi guru-siswa mempunyai ciri-ciri: 1) menerima, menjelaskan, dan
mendukung ide serta perasaan orang, 2) memuji dan membesarkan hati, 3) bertanya
dan merangsang partisipasi, 4) pertanyaan berorientasi pada kerja individu atau
siswa (Bellach, 1970 dalam Cribbin, 1981).
Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam ke-pemimpinan demokratis interaksi antara guru dan
siswa mempunyai ciri-ciri: melibatkan semua anggota kelas di dalam kegiatan
proses pembelajaran, membimbing dan mendukung ide siswa, memupuk rasa tanggung
jawab kelompok, memuji dan membesarkan hati siswa.
b. Gaya kepemimpinan guru otoriter
Gaya kepemimpinan guru autokratis
pemimpin memberikan pengaruh atau rangsangan terutama dengan ganjaran insentif,
ujian, atau hadiah. Sebaliknya pemberian pengaruh itu dilakukan dengan
intimidasi, paksaan, kekuasaan ancaman ini disebut gaya kepemimpinan otokratis
negatif (Cribbin, 1981).
Sifat dominatif dalam komunikasi
guru-siswa mempunyai ciri-ciri: 1) menyatakan dan berceramah tentang ide dan
pengetahuan sendiri, 2) memberikan arahan dan aturan-aturan, 3) mengkritik dan
mencela perilaku murid dengan penekanan untuk mengubahnya, 4) pembenaran posisi
atau kewenangan sendiri. (Bellach, 1970 dalam Cribbin, 1981).
Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam suasana kelas yang otoriter
guru mengharapkan siswa harus menerima semua perintah, memelihara disiplin
dengan ketat, dan guru melakukan pengawasan tingkah laku siswa secara
terus-menerus, guru sangat dominan
didalam keputusan yang berlaku untuk semua kelas.
Hipotesis
1) Penilaian kerajinan tangan
secara analitik menghasilkan hasil penilaian lebih tinggi daripada penilaian
secara holistik, 2) Bagi guru yang mempunyai kepemimpinan demokratik penilaian
kerajinan tangan secara analitik menghasilkan hasil penilaian lebih tinggi
daripada penilaian secara holistik, 3) Bagi guru yang mempunyai kepemimpinan
otoriter penilaian kerajinan tangan secara holistik menghasilkan hasil
penilaian lebih tinggi daripada penilaian secara analitik, 4) Terdapat
interaksi antara metode penilaian kerajinan tangan dan kepemimpinan guru dalam mempengaruhi
hasil belajar kerajinan siswa.
Metodologi
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLTP
Negeri wilayah kota madya Jakarta Barat, DKI Jakarta. Waktu pelaksanaan
penelitian adalah pada catur wulan ke-2 tahun ajaran 1998/1999. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode studi komparatif yang bersifat, “Ex
Post Facto”. Dengan desain faktorial 2 x 2.
Sampel adalah guru bidang studi
kerajinan tangan dan kesenian SLTP Negeri yang mengajar di kelas 2 dengan
jumlah 60 orang guru. Pengambilan sampel menggunakan teknik proporsional random
sampling (Sudjana, 1995). Untuk pengambilan sampel gaya kepemimpinan guru dan
metode penilaian dilakukan dengan menyusun tabel skor kepemimpinan guru
berturut-turut dari skor tertinggi (kelompok gaya kepemimpinan guru demokratik),
hingga skor terendah (kelompok gaya kepemimpinan guru otoriter). Dari skor kepemimpinan guru tingkat tinggi
diambil 30% dari skor paling tinggi ke bawah
diperoleh 18 sampel rincian lebih lanjut ternayta bahwa dari 18 sampel
ini terdapat 7 responden yang melakukan penilaian secara holistik dan 11
responden yang melakukan penilaian secara analitik.
Dari rekor kepemimpinan guru
tingkat rendah diambil 30% dari skor paling rendah ke atas. Diperoleh 18 sampel
rincian lebih lanjut ternyata bahwa dari 18 sampel ini terdapat 10 responden
yang melakukan penilaian secara holistik dan 8 responden yang melakukan
penilaian secara analitik.
Dapat ditegaskan bahwa tema
sentral masalah penelitian dibatasi pada perbedaan skor hasil penilaian
holistik dan skor hasil penilaian acara analitik dengan memperhatikan perbedaan
gaya kepemimpinan guru secara demokratik dan gaya kepemimpinan secara otoriter
yang dimiliki guru dalam memberikan skor kerajinan/karya siswa yang
diringkaskan ke dalam judul, yaitu Skor Hasil Belajar.
Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui pengaruh metode penilaian dan gaya kepemimpinan guru terhadap hasil
pelajaran kerajinan tangan dan kesenian. Penilaian guru dalam penelitian ini
dibedakan atas penilaian secara analitik dan penilaian secara holistik,
sedangkan gaya kepemimpinan guru dibedakan atas gaya kepemimpinan otoriter dan
gaya kepemimpinan demokratik, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui interaksi antara metode penilaian dan gaya kepemimpinan guru
terhadap hasil belajar kerajinan tangan.
Dari hasil identifikasi responden
menurut kepemimpinan guru dan metode penilaian kerajinan tangan baik melalui
pendekatan kepemimpinan guru maupun
pendekatan penilaian kerajinan tangan di dapat sebaran responden disain seperti
tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran
Sampel Penilaian
Kepemimpinan Guru |
Metode
Penilaian |
||
Holistik |
Analitik |
Jumlah |
|
Demokratik |
7 |
11 |
18 |
Otoriter |
10 |
8 |
8 |
Jumlah |
17 |
19 |
36 |
Penelitian ini melibatkan tiga
macam variabel yaitu: 1) variabel hasil belajar kerajinan tangan (y) variabel
terikat, 2) variabel metode penilaian (X1), dan 3) variabel kepemimpinan guru
(X2).
Instrumen penilaian untuk
mengumpulkan data terdiri dari 1) instrumen penilaian hasil belajar kerajinan
tangan secara holistik, 2) instrumen penilaian hasil belajar kerajinan tangan
secara analitik dan 3) instrumen kepemimpinan guru, untuk memilahkan
kepemimpinan guru secara demokratik dan kepemimpinan guru secara otoriter.
Analisis dilakukan dengan
analisis varians (Anava) dua jalan dan uji seffe, pada a = 0,05.
Sebelumnya dilakukan dengan uji persyaratan normalitas dan homogenitas.
Uji normalitas dilakukan untuk sampel total, setiap baris (kepemimpinan
demokratik dan kepemimpinan otoriter). Setiap kolom (metode penilaian secara
holistik dan metode penilaian secara analitik) dan setiap sel (kepemimpinan
guru demokratik penilaian analitikdan kepemimpinan guru otoriter penilaian
holistik, kepemimpinan guru otoriter penilaian analitik). Uji normalitas juga
digunakan adalah uji Lilliefors, (Sudjana, 1995). Sedangkan uji homogenitas
dilakukan untuk sampel antar baris (gaya kepemimpinan guru demokratik dan gaya
kepemimpinan guru otoriter), antar kolom (metode penilaian secara holistik dan
metode penilaian secara analitik) dan antar sel (gaya kepemimpinan guru
demokratik penilaian analitik dan gaya kepemimpinan guru otoriter penilaian
holistik. Kepemimpinan guru otoriter penlaian analitik). Uji homogenitas antar
baris (kepemimpinan guru) dan antar kolom (metode penilaian) digunakan uji
kesamaan dua varians, sedangkan uji homogenitas antar sel digunakan uji
Bartlett (Sudjana, 1995).
Hasil
Penelitian
Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis yang telah dijelaskan pada bab IV bahwa hasilnya sebagai
berikut.
Pertama, hasil
pengujian data pada hipotesis pertama menunjukkan bahwa metode penilaian
kerajinan tangan secara analitik memberikan hasil penilaian lebih tinggi
skornya dari pada penilaian secara holistik. Ini berarti bahwa penilaian
secara analitik memberikan skor penilaian yang lebih terperinci, yaitu aspek
keterampilan dan aspek kreativitas. Aspek-aspek ini masing-masing mendapat
skor. Jumlah skor merupakan penilaian akhir.
Kedua, hasil pengujian data pada
hipotesis kedua juga menunjukan adanya perbedaan hasil penilaian yang diberikan
guru berdasarkan kepemimpinan yang berbeda. Guru yang memiliki kepemimpinan
demokratik hasil penilaian secara analitik lebih tinggi skornya daripada hasil
penilaian secara holistik.
Ketiga, hasil pengujian data pada
hipotesis tiga menunjukkan adanya perbedaan hasil penilaian yang diberikan guru
berdasarkan kepemimpinan yang berbeda pula yaitu, bagi guru yang memiliki
kepemimpinan otoriter hasil penilaian secara holistik lebih tinggi skornya dari
pada hasil penilaian secara analitik. Ini berarti bahwa bagi guru yang memiliki
kepemimpinan otoriter, lebih sesuai apabila menggunakan penilaian secara
holistik.
Keempat, hasil pengujian data
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antar metode penilaian kerajinan tangan
dengan kepemimpinan guru. Guru yang memiliki kepemimpinan demokratik akan lebih
tepat menggunakan penilaian secara analitik, sedangkan guru yang memiliki
kepemimpinan otoriter akan lebih tepat menggunakan penilaian secara holistik.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Pertama, berdasarkan hasil
perhitungan yang telah dijelaskan pada bagian Hasil, dapat disimpulkan bahwa
hasil penilaian kerajinan tangan ada perbedaan antara penialaian secara analitik dengan hasil penilaian secara holistik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penialaian kerajinan tangan
secara analitik lebih tinggi di banding dengan hasil penilaian secara holistik.
Kedua,
bagi guru yang mempunyai kepemimpinan demokratik hasil penilaian kerajinan
tangan ada perbedaan antara penilaian secara analitik dengan hasil penilaian
secara holistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagi guru yang
mempunyai kepemimpinan demokratik hasil penilaian kerajinan tangan secara
analitik lebih tinggi di banding dengan hasil penialaian secara holistik.
Ketiga,
bagi guru yang mempunyai kepemimpinan
otoriter Hasil penilaian kerajinan tangan ada perbedaan antara penilaian
secara analitik dengan hasil penialaian
secara holistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bagi guru yang mempunyai kepemimpinan otoriter hasil penilaian kerajinan tangan secara
holistik lebih tinggi di banding dengan hasil penilaian secara analitik.
Saran
Pertama, para guru kerajinan
tangan dan kesenian di SLTP diharapkan dalam menilai seni rupa (Kerajinan
Tangan), agar selalu membekali diri dengan kemampuan yang memadai, seperti
indikator keterampilan. Seorang guru harus mampu menilai hasil karya yang
dilakukan secara informal dalam pelajaran di kelas yang sedang berlangsung baik
formatif maupun sumatip karena karya seni siswa hampir selalu dapat diukur pada
tahap apapun.
Kedua, Kanwil Diknas Propinsi dan
Kota madya, Lembaga atau Pejabat yang
berwenang dalam hubungan peningkatan kualitas pendidikan SLTP di Kota madya
Jakarta Barat. Perlu menyelenggarakan penataran bagi guru yang mengajar
kerajinan tangan dan kesenian di SLTP untuk memberikan bekal kepada pesertanya
pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan, mengajarkan dan mengevaluasi
pelajaran kerajinan tangan dan kesenian yang dapat memberikan kemungkinan
pemberian skor terhadap siswanya. Penilaian secara holistik perlu diberikan
secara benar, karena metode penilaian secara holistik ini mengutamakan
keseluruhan dan kebulatan dari hasil pekerjaan siswa, kelemahannya menyebabkan
penilaian kepada siswa tidak konsisten, dapat menjadi halo effect. Sedangkan kelebihan dari penilaian secara holistik ini
dapat dipergunakan pada jumlah siswa yang banyak dan tidak memerlukan waktu yang lama, dapat
lebih cepat dalam penilaiannya.
Penilaian secara analitik perlu
pula dilaksanakan secara benar, metode penilaian secara analitik yaitu
penilaian yang dilakukan dengan menyiapkan terlebih dahulu indicator-indikator
yang mempunyai skor dan besar skor telah ditetapkan. Kelemahan metode penilaian
secara analitik bahwa dalam penilaian terhadap karya seni harus memperhatikan
bagian-bagian dari hasil karya menyebabkan waktu yang diperlukan lebih banyak
lagi dan tidak dapat menilai siswa dalam jumlah banyak. Kelebihan metode
penilaian secara analitik bahwa setiap bagian dari hasil karya siswa mempunyai
skor tertinggi diberikan kepada jawaban yang sempurna dibagi-bagikan kepada
setiap bagian dan jumlah skor tiap bagian untuk melihat skor akhir guru akan
dapat mengetahui dan memberikan onformasi lebih rinci tentang kemampuan dan
kelemahan siswa dalam hasil karya kerajinannya.
Ketiga, Kepala Sekolah perlu
memiliki dan menambah wawasan pengetahuan tentang penilaian dibidang pendidikan
seni.
Keempat,
pada umumnya metode penilaian secara analitik merupakan hal baru bagi guru
SLTP. Oleh karena kepala sekolah perlu memberikan kesempatan kepada guru-guru
untuk memperoleh pelatihan-pelatihan secara lengkap mengenai teknik penilaian.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberi kesempatan untuk mengkajidan
mendiskusikannya melalui forum yang dapat dijadikan wadah, atau studi banding
dengan sekolah lain yang dianggap berkualitas. Berhubungan dengan pihak
Perguruan Tinggi untuk menambah kemampuan dengan penataran dan pelatihan.
Supaya dapat dicapai pemecahan menyeluruh terhadap penilaian kerajinan tangan
dan kesenian yang menggunakan metode penilaian secara holistik dan metode
penilaian secara analitik, kesesuaiannya dengan harapan dan tuntutan sehingga
mampu menghasilkan jenis penilaian yang sesuai dan tepat.
DAFTAR
RUJUKAN
Bellach.
(1970). Theory and reseacrh in teaching,
Bloom,
B. & Wilson, B.G. (1975). Evaluation
of learning in art education.
Cribbin,
J. (1981). Leadership strategies for
organizational effectiveness, Amacom Prentice Hall.
Cangelosi,
J.S. (1996). Designing test for evaluating
student achievement. New York: Longman.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Kurikulum
pendidikan dasar: Landasan program pengembangan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Davis, I.
(1991). Pengelolaan belajar,
terjemahan Soedarsono.
Nitko,
J.A. (1983) Educational test and measurement an introduction.
Stiggins,
R.J. (1994). Student centered classroom
asessment.
Sudjana,
N. (1988). Penilaian hasil proses belajar
mengajar. Bandung: Rosda Karya.
Sudjana.
(1995). Metode statistika. Bandung:
Tarsito.