Pemanfaatan Video-bermenu Sebagai Metode Pembelajaran
Pendamping Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Kerajinan Tangan Dan Kesenian
Siswa Sekolah Dasar Di Medan
Penulis
: Dwi Budiwiwaramulja, Hj. Nasriah dan Misgiya
Pendidikan Seni dan Media Pembelajaran Gaya Belajar dalam Teknologi Informasi |
Tulisan ini merupakan hasil kegiatan penelitian tahap pertama dari 3 tahap yang direncanakan. Produk yang
diharapkan dari kegiatan tahap pertama ini (2007) adalah memperoleh gambaran secara
deskriptif tentang profil pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (Kertakes) SD
di Medan, dan draft rencana kerangka muatan pada video yang akan diproduksi. Berdasar
hasil survei di lapangan, peneliti akan melakukan proses pembuatan media
pembelajaran pada tahap kedua (2008), kemudian diimplementasikan serta dievaluasi
pada tahap ketiga (2009).
Metode kegiatan pada tahap pertama dilakukan dengan cara mengamati langsung
20 SD/MI dari 20 kecamatan di Medan tentang sumber daya, sarana dan proses
pembelajaran atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kebutuhan media
pembelajaran. Data diambil dengan cara wawancara atau melalui angket, dengan
responden yaitu kepala sekolah, guru, murid, dan seniman setempat.
Berdasar data yang diperoleh, dan implementasi kurikulum mutakhir yang
diberlakukan secara bertahap oleh pemerintah (selama 3 tahun), menggambarkan
bahwa kebutuhan video-pembelajaran yang dikemas dalam format video-bermenu
sangat diperlukan untuk membantu meningkatkan proses belajar-mengajar bagi
siswa dan guru.
(This article is based on one of the three stages of
planned-research. The expected outcome from this first step (in 2007) is to get
the description of the learning profile of “culture and craft of art” of
Primary School in Medan City and from planed “Content on video” which will be produced. Based on the survey
on the field that there will be some learning activities of the second stage
(in 2008) that will be implemented and
as well as evaluated on the third phase (in 2009).
The methodology of the first research was conducted by
doing a direct observation on 20 primary schools or primary Islamic School from
20 districts in Medan city of human resources, facilities and learning process
or other matters which are related to the need of video as learning
instruments. The data were collected by means of interview questionnaire to
headmaster, teachers, students, and local artist as target groups.
Based on the data obtained, and the latest implemented
curriculum which is implemented by the government gradually during three years
describe that story need of programmed-video which is needed to help improve
the learning process for the and
teachers and students)
Kata Kunci: seni
rupa, keterampilan, pembelajaran, video-bermenu.
Serjumlah 86 % guru
sekolah dasar pengampu mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di Medan ternyata
kurang memiliki kompetensi dalam bidang kesenian. Sejumlah pendidik ini
merupakan guru kelas terutama di kelas rendah, yaitu kelas 1, 2, dan 3. Kondisi
ini terdapat di sekolah-sekolah di 21 kecamatan di Kodia Medan seperti
Kecamatan Medan Polonia, Medan Kota, Medan Ampelas, Medan Denai, Medan Belawan,
Medan Tembung, Medan Tuntungan, dan lain-lain. Hingga Agustus 2007, sebagian besar di
daerah ini belum memiliki guru kesenian dan keterampilan pada mata pelajaran
SBK. Kalau pun ada, setiap guru
kesenian pada suatu sekolah memiliki kemampuan terbatas, sehingga mengajarkan
bidang studi kesenian tertentu seperti musik, rupa, tari atau keterampilan.
Pada umumnya ( dari 14%) sekolah dasar yang memiliki profil baik adalah pada sebagian sekolah swasta, sekolah ini difasilitasi dengan ruang bahkan dengan fasilitas sarana lengkap termasuk multimedia.
Berdasar hasil penelitian pada tahap pertama (2007) dan nilai, fungsi serta sebagian kenyataan di lapangan telah meyakinkan tim penulis untuk merencanakan penelitian tahap 2 (2008) secara tuntas. Penelitian tahap 2 akan menghasilkan produk media ajar VCD-bermenu sebagai pendamping guru atau buku yang sesuai standar isi dan proses sebagaimana termuat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah, serta mendukung dengan “Prinsip Pelaksanaan Kurikulum” sebagaimana dimuat dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 tentang “Standar Isi” yaitu bahwa “Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
Tujuan penelitian tahap pertama adalah untuk memperoleh gambaran nyata, melakukan perancangan pembuatan media pembelajaran dalam bentuk modul tertulis yang dilengkapi VCD-bermenu, tujuannya adalah sebagai pendamping modul tertulis untuk meningkatkan efektivitas hasil belajar secara tuntas. VCD-bermenu dapat berisi tentang bidang pelajaran sesuai standar isi. Dengan adanya VCD-bermenu ini pengguna mudah memilih topik yang dikehendaki sesuai tempat dan waktu yang tersedia.
VCD-bermenu ini disusun secara sistematis dengan materi tayangan yang memberikan kompetensi siswa untuk dapat berapresiasi melalui contoh-contoh gambar dan video seni rupa hasil karya seniman dan pengrajin dari berbagai daerah, serta pembelajaran tentang kompetensi kreasi seni rupa dan keterampilan. Materi seni rupa dan seni kerajinan disusun berdasar prinsip pelaksanaan kurikulum yaitu bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” (Balik ke depan)
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) idealnya dapat mewujudkan keseimbangan pribadi siswa yang harmonis dari unsur logika, rasa estetis, artistik dan etika. Perwujudan keseimbangan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan perkembangan anak guna mencapai kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan adversitas (AQ) kecerdasan kreativitas (CQ), serta kecerdasan spiritual dan moral (SQ) dengan cara mempelajari elemen-elemen, prinsip-prinsip, proses dan teknik berkarya sesuai dengan nilai-nilai budaya dan keindahan serta sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat sebagai sarana menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati. (Kurikulum 2004, 2003:6).
Solusi perbaikan yang ingin ditawarkan antara lain adalah model pembelajaran SBK baru yang tepat waktu, biaya, dan teknologi sehingga dapat membantu proses belajar secara efektif bagi pembelajar. Model pembelajaran yang ditawarkan adalah model pembelajaran mandiri tuntas dan inovatif, yang terdiri dari modul tertulis dan dilengkapi dengan media pendamping berbasis teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam bentuk VCD-bermenu. Manfaat inovasi yang diharapkan dari VCD-bermenu adalah menu yang terdiri dari topik-topik pembelajaran dapat dipilih sesuai keinginan. Media ini memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
Manfaat lainnya adalah dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama baik dalam materi tari, musik, seni rupa atau kerajinan tangan. (Ikhsan, 2006).
Tujuan dasar inovasi ini adalah untuk membentuk model pembelajaran yang dapat memberikan keseimbangan aktivitas pembelajaran bervariasi seperti tatap muka (face to face: ceramah, kuliah dll), kegiatan praktik (laboratorium, studio, kerja praktik), penggunaan buku cetak dan teknologi serta penggunaan media baru. (Tim Seamolec, 2003:2). Dengan model pembelajaran seperti ini maka guru akan memperoleh kemudahan dalam mengajarkan bidang studi yang dimaksud, karena model ini dirancang sebagai pelengkap buku/modul tertulis yang disajikan secara. Konsep model ini bertumpu pada basis pembelajaran mandiri yang dilengkapi modul tertulis dan VCD-bermenu sebagai pelengkapnya sesuai kurikulum mutakhir.
Pada awal penelitian ini diajukan (2006), implementasi kurikulum SD 1994 pada pendidikan seni rupa berlangsung dalam cakupan mata pelajaran Kerajinan dan Kesenian (Kertakes). Sejak Tanggal 23 Mei 2006 ditetapkan oleh pemerintah bahwa Mata pelajaran Kertakes telah digantikan dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Perubahan ini tertuang dalam Kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk SD/MI pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang “Standar Isi”
Pelajaran ini dimasukkan ke dalam kelompok mata pelajaran Estetika. Cakupan materi SBK ini dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
Pendidikan SBK memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Dalam mata pelajaran SBK ini, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Berkenaan dengan penelitian ini, peneliti memfokuskan pada materi seni rupa budaya dan keterampilan. Oleh karenanya budaya tidak diberikan secara sendiri melainkan terintegrasi dengan seni rupa dan keterampilan.
Di lapangan pembelajaran pada seni rupa dan keterampilan dilaksanakan untuk menumbuhkan kepekaan rasa keindahan (estetika) dan artistik sehingga membentuk sikap kreatif dan apresiatif. Kurikulum ini memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman berapresiasi dan berkreasi serta menghasilkan suatu produk benda yang bermanfaat langsung. (Kurikulum Kertakes,2004). Tujuan kurikulum ini adalah mewujudkan sikap kreatif dan apresiatif yang akan dapat diperoleh melalui pembelajaran dengan memuat aktivitas seni mencakup kemampuan perseptual, pengetahuan, apresiasi dan produksi. Tetapi, pelaksanaan pembelajaran ini di lapangan belum sepenuhnya diajarkan atau diampu oleh guru bidang studi sebagaimana fakta yang ditemui oleh setiap mahasiswa yang melakukan praktek pengalaman lapangan (PPL) di beberapa sekolah, seperti di Binjai, Tebing Tinggi dan beberapa sekolah di Medan. Dianggap belum sepenuhnya, karena guru-guru pengampu hanya menguasai salah satu bidang materi seni rupa, tari atau musik di sebagian sekolah. (wawancara dengan mahasiswa PPL, 2005-2006). Oleh karena itu, maka hasil pembelajaran tidak maksimal sehingga daya persepsi, pengetahuan, apresiasi dan produksi tidak mencakup pada seluruh bidang seni rupa, musik, tari, kerajinan dan teknologi. Lebih jauh dari itu bahkan terdapat pelajaran kesenian diampu oleh guru dari bidang lain yang kurang menguasai ditinjau dari standar isi atau kompetensi sebagai guru kesenian. Selain itu, muatan materi yang tak imbang dengan waktu dengan waktu yang tersedia sehingga seluruh materi tidak dapat diserap dengan baik.
Jika demikian, maka guru di lapangan sangat membutuhkan materi yang jelas yang disertai contoh-contoh penerapan, sehingga setiap guru pengampu dapat melakukan pembelajaran yang sesuai standar isi, kompetensi dan muatan lokal atau budaya daerah.
Berdasar kenyataan ini, maka diperlukan solusi penyelesaian yang mampu memberikan pengalaman proses dan hasil kreasi, apresiasi dan teknologi sesuai tujuan kurikulum tersebut. Solusi yang diharapkan adalah menggunakan strategi pembelajaran dengan media yang tepat sehingga efisiensi dan efektivitas pembelajaran dapat dicapai. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dan siswa antara lain adalah strategi pembelajaran mandiri. Strategi ini dapat digunakan dengan disertai modul tertulis dan didampingi dengan VCD-bermenu. Berbasis model ini siswa dapat menggunakan cara atau gaya belajarnya, dan guru akan terbantu dalam memberikan pengajaran baik yang berhubungan dengan kompetensi apresiasi maupun kreasi. Bagi siswa, mereka akan lebih mudah belajar sesuai gaya belajar sehingga mudah menyerap materi pelajaran karena petunjuk berapresiasi disertai dengan berbagai tayangan pilihan contoh foto dan petunjuk proses kreasi. (Balik ke depan)
Dalam proses pembelajaran ternyata setiap siswa memiliki gaya belajar unik, apakah gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. (DePorter, 2000:165). Semua gaya atau cara belajar tersebut sama baiknya. Setiap cara ini memiliki kekuatan sendiri-sendiri. Dalam kenyataannya setiap orang memiliki ketiga cara belajar itu, namun biasanya hanya satu gaya yang mendominasi (Rose dan Nicholl dalam DePorter, 2000:165). Berdasar keunikan ini maka dapat asumsikan bahwa dari sejumlah siswa dapat terdiri dari pelajar visual, auditorial dan kinestetik. Pelajar visual memiliki kecenderungan berfikir secara visual, pelajar yang suka mendengarkan kuliah, contoh dan cerita merupakan pelajar yang berfikir secara auditorial dan pelajar yang menyukai proyek terapan atau pembelajaran berbasis gerakan merupakan pelajar kinestetik.
Dalam buku Quantum Teaching, DePorter memberikan pengajaran di kelas untuk meningkatkan seluruh kecerdasan potensi siswa secara kreatif baik bagi siswa visual, auditorial maupun kinestetik. Metode pembelajaran tersebut barangkali sangat sesuai untuk pembelajaran “Kertakes”, tetapi belum banyak dipraktikkan oleh guru di lapangan. Hal ini dapat dimaklumi karena guru cenderung menerapkan pembelajaran berdasar silabus yang disusun berdasar konsep buku-buku yang diterbitkan oleh berbagai penerbit yang pada umumnya belum seluruhnya sesuai diimplentasikan di daerah.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti mencoba menerapkan pembelajaran mandiri dengan desain skenario bagi seluruh gaya belajar siswa baik visual, auditorial dan kinestetik melalui media VCD-bermenu. VCD-bermenu ini merupakan media pembelajaran mandiri yang berisi skenario pembelajaran dengan unsur gambar, tulisan, musik dan gerak (video). Melalui media ini siswa ditugasi secara mandiri untuk melakukan pencatatan ulang materi VCD dan mempraktikkan atau berkarya, memperagakan kembali sebagaimana materi yang dipresentasikan. Dalam Quantum Teaching metode ini mengadopsi praktik Catatan: TS. (catatan: Tulisan dan Susun).
Belajar mandiri ini merupakan salah satu model yang diterapkan di dalam atau luar kelas, model ini pun memberikan peluang kepada peserta didik menggunakan waktu, tempat lain bahkan suasana yang disukai. Belajar mandiri dengan cara ini membutuhkan suatu media unik agar siswa mudah menyerap dan mengolah materi pembelajaran dengan sedikit bantuan guru. Materi pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga masalah seperti diuraikan di atas dapat diatasi. Untuk mencapai harapan ini materi pembelajaran mandiri diharapkan dapat dirancang oleh tim yang terdiri atas beberapa pendidik dari sekolah atau perguruan tinggi dan para profesional di daerah sesuai standar materi, kompetensi dan muatan lokal. Strategi ini dilakukan dalam rangka menyikapi atau antisipasi implementasi perubahan kebijakan pemerintah tentang kurikulum 2004 menjadi kurikulum baru.
Modus pembelajaran mandiri disusun berangkat dari tujuan belajar, sikap verbal dan penggunaan media. Modus ini digambarkan dengan model flowchart yang menggunakan sistem eliminasi dalam pengambilan keputusan. Sesuai dengan perkembangan teknologi sekarang media komunikasi (ICT) yang tepat, mudah dan ekonomis adalah Video Compact Disk (VCD). Teknik produksi media ini telah berkembang, dan memberikan kemudahan bagi setiap orang dengan cepat dapat melakukannya. (Balik ke depan)
Pada saat penelitian ini dilaksanakan pelajaran Kertakes telah diganti dengan Mata Pelajaran “Seni Budaya dan Keterampilan” (SBK) sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi terutama pada bab 2 tentang kerangka dasar struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Kurikulum ini merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Perubahan ini berdasar sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Berdasar kerangka tersebut, pengembangan kurikulum dilakukan berdasar prinsip-prinsip antara lain adalah tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sedangkan pelaksanaannya antara lain dilakukan dengan “didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan”. Pelaksanaan dalam pelajaran SBK diberikan dalam bentuk pengalaman berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni”. (BSNP, 2006: 611).
Berdasar data
yang diambil di lapangan melalui wawancara dan pengamatan langsung di sekolah
dasar Medan diperoleh dengan tingkat kesiapan ini hanya
didukung oleh sekolah dengan 14 % guru (SDM). Empat belas persen guru ini
adalah guru kesenian yang pernah sekolah atau pernah mengikuti penataran dalam
bidang kesenian seperti seni tari, musik dan seni rupa. (lihat tabel pada Error! Reference source not found.).
Data menggambarkan bahwa sumber daya menusia atau guru yang 86 % kurang
memiliki kompetensi dalam bidang kesenian. Sejumlah guru ini merupakan guru
kelas terutama di kelas rendah, yaitu kelas 1, 2, dan 3.
Gambar 1.
Chart profil tingkat kesiapan SD di Kodia Medan
Kepala sekolah
di Kecamatan Medan Barat, Jl .Gunung Krakatau yaitu SD Percontohan mengharap
guru kesenian untuk seni rupa, musik dan tari yang tak kunjung kesampaian.
Hingga peneliti datang SD ini belum memiliki guru kese-nian, demikian
sekolah-sekolah di 21 kecamatan di Kodia Medan.
Berdasar dari
prinsip pengembangan dan prinsip pelaksanaan di lapangan pemanfaatan video
sebagai pendamping buku atau modul merupakan suatu cara untuk mencapai prinsip
belajar tuntas dan belajar mandiri. Usaha ini kegiatan produksi media
pembelajaran ini sangat disambut oleh guru-dan kepala sekolah di kota madia
Medan baik di sekolah dasar negeri maupun swasta.
Secara mendasar
sekolah memiliki buku pegangan yang diimplemen-tasikan dalam bentuk program
kerja, GBPP mutakhir, jadwal mengajar, silabus, program tahunan, RPP, target
kurikulum, daftar nilai, lembar pengamatan, prog-ram perbaikan/pengayaan dan
adanya buku pegangan.
Tingkat kesiapan berdasar konteks kesesuaian misi produksi video bermenu sekolah dasar di Medan rata-rata adalah baik ((84%). Sedangkan tingkat kesiapan terendah (kurang dari 50%) adalah pada SD di kecamatan Medan Belawan lihat di bawah ini. Kondisi ini didapat dimaklumi karena sudah sesuai dengan Peraturan Menteri pendidikan nasional Republik indonesia Nomor 24 tahun 2006 yang diantaranya menyatakan bahwa pelaksanaan kurikulum baru dilakukan secara bertahap sejak tahun ajaran 2006/2007. Tahapan pelaksanaan di SD/MI dan SLB adalah tahun pertama kelas I dan IV, tahun kedua kelas 1,2, 4 dan 6, tahun ketiga untuk kelas 1,2,3,4,5 dan 6.
Berpedoman pada
prinsip pelaksanaan dengan memperhatikan kebutuhan lingkungan, peneliti
menyusun materi dengan pertimbangan dari masukkan guru, kepala sekolah danseniman
lokal, antara lain adalah menurut pendapat Amran Eko Prawoto, S.Pd. yaitu
satalah seorang mantan guru yang pernah mengajar di berbagai SD, SMP dan SMA di
Medan, sebagai juri dalam berbagai lomba menggambar dan sekarang sebagai
kurator dalam beberapa pameran yang dilakukan di dalam maupun di luar Medan.
Amran
berpendapat bahwa pelajaran seni rupa di SD pada kelas rendah sebaiknya dibagi
dalam 2 jenis yaitu menggambar ekspresi berdasar kesenangan atau melukis
sebagai kegiatan belajar dan bermain pada kelas 1,2 dan 3. Sedangan pada kelas
4, 5 dan 6 anak diarahkan melakukan kegiatan kesenirupaan berdasar pencerapan
lingkungan (representatif) baiak berdasar lingkangan alam atau budaya.
Sarana
prasarana rata-rata yang disediakan oleh sekolah di Medan adalah 29 persen
sampel yang di kunjungi (21 kecamatan). Satu sekolah yang mende-sain sejumlah
ruang kelas yang secara fleksibel dapat dibongkar pasang menjadi ruang kelas
atau menjadi aula untuk kegiatan kesenian yaitu di SD di Keca-matan Medan
Timur.
Profil
pendidikan kesenian di Medan secara umum ditinjau dari kesiapan administrasi
dalam menyelenggarakan pendidikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah
100% di atas kertas ketika dilakukan wawancara, tetapi dalam kenyataannya
persiapan ternyata hanya mencapai 50%. SD yang bermisi menuju standar proses
sekolah internasional di Kecamatan Sunggal pun ternyata belum bisa menunjukkan
kesiapan sebagian borang-borang tentang kinerja guru masih kosong (70%),
meskipun pendidikan kesenian telah diampu oleh guru-guru kesenian yaitu seni
rupa, musik dan tari.
Sekolah dasar
swasta pada umumnya menaruh perhatian pada pendidikan kesenian seperti di Taman
Siswa, Pertiwi, Sutomo dan YPSA, tetapi pada sekolah dasar negeri kurang. Pada
umumnya sekolah dasar negeri pendidikan kesenian hanya diampu oleh guru kelas. Berdasar
kenyataan ini, ternyata bahwa seluruh sekolah terutama negeri menyambut baik
dan mendukung bila peneliti berencana memproduksi media pembelajaran dalam
bentuk VCD atau DVD.
Gambar 2: Suasana ruang kelas
senir upa di SD YPSA Kecamatan Medan Sunggal
Saat ini pemanfaatan video dalam dunia hiburan,
olah raga dan bisnis demikian marak, sementara itu pemanfaatannya dalam bidang
pendidikan apalagi dalam bidang seni rupa sangat kurang. Berdasar kenyataan
ini, media video merupakan sarana yang efektif untuk membantu sekolah untuk
mendokumentasi materi, proses pendidikan, karya, baik dalam seni rupa,
kerajinan atau kesenian lainnya sehingga dapat diputar untuk ditayangkan ulang
oleh siswa atau guru. Dengan demikian menjadi penting jika produksi video yang
dikemas dalam VCD-bermenu dapat segera dibuat, sehingga dapat mempercepat
ketuntasan proses belajar seni rupa di Medan.
Mengingat hal itu, maka kompetensi guru kesenian untuk
mampu mengusai keterampilan membuat dokumentasi video dan pengemasan dalam VCD
merupakan investasi pendidikan yang berharga. Oleh karena peneliti memandang perlu
dilakukan pembinaan bagi guru-guru SD menguasai teknologi ini melalui kegiatan
pengabdian masyarakat (P3M) oleh Universitas Negeri Medan.
Berdasar data diperoleh dan simpulan yang telah diuraikan di depan, peneliti menyarankan kepada pemerhati dapat menggali kekayaan tradisi di Sumatera Utara sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar, bekerjasama dengan peneliti untuk memproduksi video agar dapat menghasilkan produk yang sesuai di lapangan. (Balik ke depan)
BSNP, 2006,
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibdidaiyah, Jakarta: Depdiknas.
.........., 2006,
Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar
dan Menengah, Badan Standar Nasional Pendidikan, Download tgl.18 November 2007,
www.bsnp.indonesia.org
........., 2007,
www.bsnp.indonesia.org
DePorter, Bobbi,
cs, (2002), Quantum Teaching
(terjemahan), Cetakan VII, Bandung: Penerbit Kaifa.
Depdiknas, 2006, Jadual Peserta Sosialisasi Akreditasi
Sekolah, 15 Maret 2004, Medan
------------,
2006, Daftar Peserta Olimpiade Sains2006
SMA sekota Medan, 5 Januari 2006.
Ena, Ouda Teda,
2006, Membuat Materi Pembelajaran
Interaktif dengan Piranti Lunak Presentasi, http://www.ialf.edu/kipbipa/abstracts/otedaena.htm,
Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC), Download: Selasa 07
Maret 2006.
Gafur, Abdul,
2004, Penerapan konsep dan prinsip
pembelajaran kontekstual dan desain pesan dalam pengembangan pembelajaran dan
bahan ajar, dalam Mozaik Teknologi
Pendidikan, Jakarta: Prenada Media.
Hubbard, Peter et al. 1983. A Training
Course for TEFL, Oxford University Press: Oxford.
Ikhsan, Muhamad,
2006, Prinsip
Pengembangan Media Pendidikan, Sebuah Pengantar, douwnload dari http://muhamadikhsan.info/?p=5, Selasa, 21
Maret 2006.
Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi
Nurhadi, 2006, Workshop Pemanfaatan ICT dan Inovasi Pembelajaran
di Jayapura, www.e-dukasi.net/news.php?id=44, Download: Selasa, 07 Maret 2006
Nurhadi, 2006, Workshop Pemanfaatan ICT dan Inovasi Pembelajaran
di Jayapura, www.e-dukasi.net/news.php?id=44, Download: Selasa, 07 Maret 2006
Prawiradilaga,
Dewi Salma dkk, 2004, Mozaik Teknologi
Pendidikan, Jakarta: Penerbit Kencana.
Pemkomedan, 2006,
http://www.pemkomedan.go.id/medan_info.htm, Download: Kamis, 16 Maret 2006
Puskur, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah
Rudarti, Februari
2006, publikasi : 12 Agustus 2002, Metode
Pengajaran Alternatif Agar Menarik, - download 13, PDF Generator FPDF - www.fpdf.org, www.smu-net.com,
Portal Pendidikan SMUnet
Sadiman, dkk,
(2005), Media Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan dan Pemanfatannya, Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Salam, Sofyan, 2005, Optimalisasi Pendidikan Seni Di Indonesia, dalam Agenda Konggres-Tata
Tertib-Kumpulan Makalah pada Konggres Kesenian Indonesia II di Jakarta, Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia
Soekartawi, 2004,
E-learning untuk pendidikan khususnya
pendidikan jarak jauh dan aplikasinya di Indonesia, dalam Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta:
Prenada Media.
Tim Seamolec,
2003, The use of ICT in teaching and
learning at the University of Reading, bahan materi workshop pengemasan media ajar di Unimed,
2005.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan.Depdiknas.