Media Pendidikan Jakarta, 10 Oct 2005

http://www.dikmenum.go.id/content.php?cid=8&sid=24&id=194, Sabtu, 18 Maret 2006

Riri Riza : Film = Media Pendidikan

Di bidang sinematografi, bakat dan pretasi Riri Riza rasanya tak perlu diragukan. Sebut saja seperti film Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta, Eliana Eliana, dan Gie. Boleh jadi buah karya tersebut merupakan bangkitnya dunia perfilman Indonesia.


Riri Riza
foto: @wan

Menarik! Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perjalanan karir Riri Riza. Selepas dari Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) 1993,   pemilik nama lengkap Muhammad Rivai Riza ini tidak langsung terjun ke bidang film. Bukan apa-apa. Karena saat itu, jagad perfilman nasional memang tengah terpuruk. Meski begitu Riri tak patah semangat. Sineas yang pandai main drum ini, akhirnya memutuskan mencoba bergelut sebagai sutradara video klip sekaligus membuat film dokumenter. Contohnya, film Anak Seribu Pulau.

 

Meski sudah menapakkan kaki di dunia videoklip dan film dokumenter, Riri tidak langsung puas. Pria berdarah campuran Minang dan Makasar ini, akhirnya mencoba menimba ilmu di bidang penulisan skenario di Royal Holloway University of London. Riri memperoleh beasiswa British Council. Setelah meraih gelar Master of Art, ia bersama rekannya, Mira Lesmana, menggebrak blantika film nasional yang saat itu masih sekarat lewat film anak Petualangan Sherina.

 

Diluar dugaan, jebolan SMA Labschool, Jakarta ini tidak hanya piawai mengarahkan sebuah film. Bersama Mira Lesmana, ia meluncurkan film Eliana, Eliana. Pria kelahiran 2 Oktober 1970 ini, sukses memproduseri film remaja Ada Apa dengan Cinta? Film ini jugadigarap bareng dengan sutradara muda Rudy Sudjarwo. Memang kenapa sih, Riri memilih dunia film sebagai profesi?

 

“Sebetulnya, film bukanlah pilihan saya. Maunya saya itu sekolah musik saja. Tapi, karena ayah tidak setuju dan menurutnya masa depan seniman musik itu belum jelas, ya,  akhirnya setelah saya tahu kalau di IKJ ada jurusan film, saya memilih jurusan itu. Untungnya, ayah langsung setuju,'' ujar Riri.

 

''Nah, kalau dunia film memang dekat sama dunia saya. Jadi, kamu masuk saja,'' kata Riri menirukan perkataan ayahnya.

Lalu, apa menariknya mempelajari dunia film itu?

“Buat saya film merupakan media pembelajaran yang simpel. Misalnya, dari film tanpa disadari kita bisa mengetahui bagaimana karakter seseorang. Dari film, kita juga bisa mengolah perasaan kita. Apakah yang sifatnya menyenangkan atau menyedihkan,” jawab Riri.

 

Dengan begitu film bisa dibilang juga sebagai media pendidikan?

 

“Sangat bisa. Karena, dalam film itu semua unsur terkandung didalamnya. Seperti, kita bisa menyaksikan ada orang jahat dan baik. Ada juga orang yang coba berbuat baik, tapi malah difitnah jahat dan masih banyak lagi. Dan menurut saya, menuntut ilmu itu tidak saja hanya dengan cara formal. Selain itu, pendidikan bagi saya tidak mengenal batasan. Baik ruang maupun waktu,” ujar Riri dalam acara preview film terbarunya Untuk Rena, di Pondok Indah.

 

''Buat saya film tidak saja bisa menghibur. Tapi, perasaan kita juga bisa tersentuh, bisa menangis kalau nonton film. Pada saat yang sama, saya secara luar biasa banyak sekali belajar dari film. Saya belajar tentang manusia, sejarah, perasaan. Saya tersentuh secara emosi, saya bisa menjadi marah karena sebuah film,'' imbuh Riri.

 Namun, meski saat ini di dunia perfilman Riri bisa dikategorikan orang yang sudah mencapai titik puncak, tapi baginya hal itu bukanlah segala-galanya. “Bagi saya puncak itu tidak pernah sampai saya daki. Saya masih terus harus mencari dan bertanya, saya ini berada di mana. Kalau ditanya, mengapa dari waktu ke waktu saya selalu membuat film, saya hanya bisa bilang, akan selalu membuat film yang lebih baik dari waktu ke waktu, dan film itu kelak bisa menunjukkan sebuah kualitas yang berbeda. Itu yang selalu ada dipikiran saya. Saya selalu ingin mencoba sesuatu yang baik,” aku Riri.

text: admin